Senin, 10 Oktober 2016

Kabinet Djuanda, Sejarah Pembentukan Dan Program Kerja Kabinet

Kabinet Djuanda, Sejarah Pembentukan Dan Program Kerja Kabinet - Setelah pada beberapa post sebulumnya membahas mengenai Pemilu 1955 dan beberapa kabinet yang diantaranya adalah Kabinet Ali Sastroamijoyo I dan juga membahas mengenai Sejarah VOC dan Pengertian VOC, pada kesempatan kali ini kami akan memberikan ulasan mengenai Kabinet Djuanda. Seperti kita ketahui bersama bahwasannya ada beberapa kali pergantian kabinet di dalam masa pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Baik, untuk lebih jelasnya, simak ulasan di bawah ini.

Kabinet Djuanda, Sejarah Pembentukan Dan Program Kerja Kabinet
Image : klikbontang.com

1. Pembentukan Kabinet Djuanda

Setelah kemerdekaan yang didapatkan pada 1945, keadaan Indonesia belum serta merta menjadi baik dan stabil. Masih banyak kekurangan di sana-sini yang perlu diperbaiki dan sangat mendesak untuk segera dicarikan solusi. Kondisi politik tanah air masih sangat goyah dan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang stabil. Sebelum dilakukan Pemilu 1955 yang notabene merupakan Pemilihan Umum pertama Indonesia, terjadi beberapa kali pergantian Kabinet. Ada beberapa kabinet dan tentu saja masing-masing kabinet tersebut memiliki beberapa program yang menjadi prioritas utama.

Kabinet Djuanda sendiri dibentuk setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo 2 turun (di lain post akan kami sampaikan mengenai Kabinet Ali Sastroamijoyo 2). Kabinet yang berada di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda ini dikenal dengan nama Kabinet Karya. Pembentukan Kabinet Djuanda ini diniatkan sebagai salah satu cara untuk mengatasi kondisi kacau balau yang sedang dihadapi oleh negara Indonesia. Personal yang diambil untuk mengisi pos di dalam Kabinet Djuanda ini pun juga disesuaikan dengan keahlian dari masing-masing personal pada bidangnya.

Kabinet Djuanda terbilang memiliki program-program kerja yang sangat bagus untuk kemajuan bernegara dan berkebangsaan. Namun pada saat itu ternyata program yang baik saja belum cukup untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi. Ada banyak kekacauan yang timbul sehingga berbagai program kerja kabinet Djuanda tidak bisa berjalan dengan maksimal. Kabinet Djuanda ini bisa dibilang merupakan Kbinet yang paling lama memerintah meski di tengah berbagai kemelut dan tekanan baik dari luar maupun dari dalam kabinet sendiri.

Kabinet Djuanda ini bisa bertahan lama karena Juanda sendiri sudah berpengalaman karena ia pernah menjadi seorang menteri, selain itu Djuanda juga merupakan sosok yang jujur dan memiliki banyak ide brilian untuk kemajuan bangsa dan negara. Selain dari Djuanda sendiri, masing-masing personil di dalam Kabinet juga merupakan orang-orang pilihan yang benar-benar memiliki keahlian dibidangnya. Bebagai faktor pendukung inlah yang kemudian membuat Kabinet Djuanda ini bisa bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan Kabinet yang lain.

2. Program Kerja Kabinet Djuanda

Sudah disinggung di atas bahwa program kerja Kabinet Djuanda bisa dikatakan memiliki program kerja yang bagus untuk kemajuan dan untuk membangun bangsa. Setelah dilantik pada 9 April 1957, Kabinet Djuanda yang juga disebut Zaken Kabinet dengan dipimpinoleh Perdana Menteri Ir. Djuanda memiliki tugas yang sangat berat. Pergolakan di berbagai daerah masih sering terjadi, perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, dan yang tak kalah penting lagi adalah menghadapi keadaan ekonomi yang saat itu sangat tidak stabil disertai keuangan yang buruk.

Untuk mengatasi berbagai masalah nasional tersebut, Kebinet Kerja Djuanda menyyusun program kerja yang tertuang dalam 5 pasal Panca Karya. Dari Panca Karya inilah kemudian Kabinet Djuanda juga sering disebut sebagai Kabinet Karya. Program kerja Kabinet Djuanda tersebut juga turut serta disusun oleh Presiden Soekarno. Inilah Program Kerja Kabinet Djuanda yang tertuang dalam Panca Karya :

a. Membentuk Dewan Nasional.
b. Normalisasi keadaan Republik.
c. Melancarkan pelaksanaan membatalkan KMB.
d. Perjuangan Irian Barat.
e. Mempergiat pembangunan.

3. Pelaksanaan Program Kerja Kabinet Djuanda

Segera setelah program kerja Kabinet Djuanda disusun, maka langkah pertama segera dilakukan. Dan yang pertama dilakukan adalah dengan membentuk Dewan Nasional yang juga menandai awal mulainya Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Setelah program pertama sudah dikerjakan, kemudian langsung dilanjutkan dengan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya yaitu normalisasi pada keadaan Republik Indonesia yang saat itu masih sangat tidak stabil. Normalisasi ini dilakukan dengan menyelesaikan antar pusat maupun antar daerah.

Keadaan semakin bertambah kacau setelah adanya peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Selain peristiwa tersebut, juga marak berbagai gerakan-gerakan yang bersifat anarki. Ditambah lagi berbagai demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia dan terjadi pengambil alihan milik Belanda. Peristiwa-peristiwa anarki tersebut jelas sangat mengganggu perekonomian saat itu. Belum lagi masalah Irian Barat yang kemudian dibawa ke PBB sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program kabinet Djuanda.

Untuk menjamin terlaksananya program pembebasan Irian Barat, kemudian pada 10 Februari 1958 sebuah front yang kala itu dinamakn sebagai Front Pembebasan Irian Barat atau disingkat dengan FNPIB. Namun sangat disayangkan, sampai berakhirnya era Kabinet Karya, perjuangan pembebasan Irian Barat tidak terlaksana alias gagal. Kekacauan semakin bertambah parah ketika saat itu beberapa tokoh perwira Angkatan Darat dan beberapa cendikiawan membentuk Gerakan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia dengan memberikan ultimatum kepada Kabinet Karya. Gerakan ini kemudian yang menimbulkan berdirinya PPRI yang berada di Bukit Tinggi yang berada di bawah pimpinan Syafrudin Prawiranegara yang bergabung dengan Permesta untuk melawan Pemerintah.

Gerakan PPRI Permesta ini kemudian mendapatkan dukungan dari SEATO yang merupakan tangan kanan Amerika Serikat. Dukungan Amerika Serikat kepada PPRI Permesta ini kemudian membuat gambaran rakyat Indonesia yang memberikan opini negatif terhadap negara Adikuasa tersebut. Namun pada akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta ini berhasil ditumpas oleh TNI dan sekaligus menjadi prestasi yang sangat luar biasa dari Kebinet Djuanda.

Baca juga : Kabinet Natsir, Sejarah Pembentukan, Program Kerja Dan Kejatuhannya

4. Keberhasilan Dan Kendala Kabinet Djuanda (Kabinet Karya)

Keberhasilan yang paling mencolok dari Kabinet Djuanda ini tentu saja adalah berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta. Pemberontakan itu berhasil diredam oleh TNI. Selain berhasil menumpas pemberontakan, Kabinet Djuanda juga dinilai berhasil dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan di Indonesia. Deklarasi tersebut kemudian dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.

Keberhasilan yang sudah dicapai oleh Kabinet Djuanda bukannya tanpa kendala. Ada beragam kendala yang menyebabken program kerja Kabinet Djuanda tidak berjalan dengan maksimal. Kendala yang sering menjadi masalah adalah pada pendanaan. Hal ini dikarenakan pos-pos pengeluaran yang sangat besar terutama pada biaya untuk menumpas pemberontakan PPRI Permesta. Selain biaya sangat besar untuk pemberontakan, pendapatan juga berkurang karena adanya barter dan penyelundupan. Defisit negara yang besar sehingga menimbulkan inflasi juga menjadi kendala dalam pendanaan. Terakhir adalah bahwa disiplin ekonomi pada masyarakat masih sangat kurang.

Meski program kerja dari Kabinet Djuanda ini belum semuanya berhasil dijalankan, namun ada banyak jasa kabinet Djuanda untuk bangsa dan negara. Ada banyak yang sudah diselesaikan seperti UU Keadaan Bahaya menggantikan SOB, UU wajib militer, Veteran Pejuang Republik Indonesia (VPRI), UU Perjanjian Perdamaian dan Persetujuan Pampasan Perang dengan Jepang, UU Penanaman Modal Asing, UU Pembatalan Hak Penambangan, UU Dewan Perancang Nasional, UU Pembangunan Lima Tahun, UU Perkumpulan Koperasi, UU Bank Tani dan Nelayan dan masih banyak lagi yang lainnya.

5. Akhir Kekuasaan Kabinet Djuanda

Meski sudah mampu mencapai beberapa keberhasilan, namun pada perjalanannya Kabinet Djuanda pada akhirnya berakhir juga. Sebenarnya pada saat itu konflik di tingkat pimpinan pusat sudah bisa lepas dan terhindar dari krisis yang mengarah kepada perpecahan bangsa. Namun ternyata selepas dari konflik kepentingan di tingkat pusat, masalah yang tak kalah berat harus dihadapi oleh Kabinet Djuanda, yaitu terjadinya pertentangan ideologi dan politik yang terjadi di dalam konstituante. Dan tidak main-main, pertentangan dan konflik ini semakin berbahay karena menjalar ke tingkat tataran masyarakat yang kemudian menambah terjadinya ketegangan-ketegangan.

Kala itu wakil-wakil rakyat yang bersidang pada 10 November 1956 sampai Januari 1959, mengalami masalah yang sangat besar terkait dengan hal yang sangat prinsip yaitu ideologi negara. Konflik ini cukup menyita energi seluruh elemen yang ada di Indonesia, mulai dari konstituante, pers dan juga masyarakat secara luas. Bahkan pertentangan ini terjadi selama dua setengah tahun. Kemudian Bung Karno muncul dengan membawa konsepnya yang kemudian disusul dengan gagasan Demokrasi terpimpin. Namun kemudian masalah belum bisa diselesaikan karena ada kebingungan dengan cara apa yang akan digunakan untuk melaksanakan Demokrasi Terpimpin.

Singkat cerita, setelah mempelajari secara sungguh-sungguh dan mendalam, PM Djuanda kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Demokrasi Terpimpin harus dilaksanakan dalam rangka untuk kembali pada UUD 1945. Ide ini kemudian disetujui oleh Presiden dan kemudian diajukan kepada Dewan Menteri pada tanggal 19 Februari 1959. Untuk merealisasikan gagasan yang telah disampaikan tersebut, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan diumumkannya Dekrit Presiden, maka Indonesia kembali kepada UUD 1945 sedangkan UUDS sudah tidak berlaku lagi.

Perubahan ini jelas sangat memberikan pengaruh yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sistem yang selama ini menggunakan Parlementer, diganti dengan sistem presidensil. Sehingga dengan otomatis ketika menggunakan sistem presidensil, maka Presiden memiliki peran sebagai kepala Pemerintahan dan sekaligus juga sebagai kepala negara. Dan tentunya keberadaan Perdana Menteri sudah tidak diperlukan lagi. Maka selanjutnya Djuanda dan Kebinetnya mengembalikan mandat kepada Presiden sehingga Kabinet Djuanda pun berakhir.


6. Keanggotaan Kabinet Djuanda

Di bawah ini adalah anggota dari Kabinet Djuanda yang dinilai telah memberikan sumbangsih yang besar untuk negara Indonesia. Perhatikan di bawah ini.
          
Anggota Kabinet Karya Djuanda
1. Perdana Menteri : Djuanda Kartawidjaja
   Wakil Perdana Menteri : Hardi, Idham Chalid, J. Leimena
2. Menteri Luar Negeri : Subandrio
3. Menteri Dalam Negeri : Sanusi Hardjadinata
4. Menteri Pertahanan : Djuanda
5. Menteri Kehakiman : GA Maengkom
6. Menteri Penerangan : Soedibjo
7. Menteri Keuangan : Sutikno Slamet
8. Menteri Pertanian : Sadjarwo
9. Menteri Perdagangan : Prof. Drs. Soenardjo
10. Menteri Perindustrian : FJ Inkiriwang
11. Menteri Perhubungan : Sukardan
12. Menteri Pelayaran : Mohammad Nazir
13. Menteri PU dan Tenaga : Pangeran Mohammad Nur
14. Menteri Perburuhan : Samjono
15. Menteri Sosial : J. Leimena
16. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan : Prijono
17. Menteri Agama : Mohammad Iljas
18. Menteri Kesehatan : Azis Saleh
19. Menteri Agraria : R. Sunarjo
20. Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat : A.M. Hanafi
21. Menteri Negara : FL Tobing, Chaerul Saleh, FL Tobing, Suprajogi, Wahid Wahab, Mohammad Yamin

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kabinet Djuanda, Sejarah Pembentukan Dan Program Kerja Kabinet

0 komentar:

Posting Komentar